Working Visit Cleanness Officer to Surabaya City and Batu City

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

From all the traditional market in the city of Surabaya, just north Keputran market that already has a building as a place to house compost composting process waste generated from market activity. Waste treated by type of aerobic composting windrow method of composting in North Keputran Market about 2 m3 per day, far below the amount of waste generated Keputran Market North Surabaya

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tourism Environment Jambangan be special, because it is supported by the natural stretching citizens in managing the village. Around the 1970’s, many residents of downtown Surabaya and Gresik shifted to the region. Since the previous years, many immigrants who settled in the region. They live, grow crops, and gain life from this settlement. Gradually, the number of settlers increased and made ​​it a bustling village. At that time, their arrival is not accompanied by the arrangement of a healthy environment. Along the edge of time Surabaya overflowing trash and semi-permanent latrines. As a result of untidiness that comes Sriyatun (deceased) who took the initiative to disseminate to create a cleaner environment. That said, more than 35 years he was trying to change the behavior of residents not to defecate in the river. As a result, the business was successful and led to her Kalpataru award in 2008.

 

 

 

 

 

 

 

Kunjungan Kerja Petugas Kebersihan ke Kota Surabaya dan Kota Batu

 

Dari seluruh Pasar Tradisional yang ada di Kota Surabaya, hanya Pasar Keputran Utara yang sudah memiliki bangunan Rumah Kompos sebagai tempat untuk proses komposting sampah yang dihasilkan dari aktifitas pasar tersebut. Sampah yang diolah dengan komposting dengan metode aerobic type windrow komposting di Pasar Keputran Utara sekitar 2 m3 per hari, sangat jauh dibawah jumlah sampah yang dihasilkan Pasar Keputran Utara Kota Surabaya

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Wisata Lingkungan Jambangan menjadi istimewa, karena ia didukung oleh geliat warga yang natural dalam mengelola kampungnya. Sekitar tahun 1970-an, banyak warga dari pusat kota Surabaya dan Gresik bergeser ke wilayah Jambangan. Sejak tahun-tahun sebelumnya, banyak warga pendatang yang kemudian bermukim di wilayah ini. Mereka tinggal, bercocok tanam, dan mendulang kehidupan dari perkampungan ini. Lambat laun, jumlah pemukim meningkat dan membuat kampung ini menjadi ramai. Waktu itu, kedatangan mereka tidak dibarengi dengan penataan lingkungan yang sehat. Sepanjang pinggir kali Surabaya dipenuhi sampah dan kakus semipermanen. Akibat kekumuhan itu, muncullah Sriyatun (almarhumah) yang berinisiatif melakukan sosialisasi untuk menciptakan lingkungan bersih. Konon, lebih dari 35 tahun ia berusaha mengubah perilaku warga untuk tidak buang hajat di sungai. Alhasil, usahanya berhasil dan membuahkan penghargaan Kalpataru untuknya pada 2008.